
Jakarta: Defisit neraca berjalan turun di bawah 8,4 miliar dolar Amerika Serikat. Hal itu terjadi karena penerapan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), pemberlakukan pajak penghasilan (PPh) impor, dan dampak pelambatan ekonomi di sejumlah negara.
Menteri Keuangan Chatib Basri menyampaikan hal tersebut dalam keterangan persnya di Kantor Presiden, Kamis (14/11) petang, seusai rapat paripurna kabinet membahas RAPBN 2014.
"Kami melihat defisit neraca berjalan di bawah 8,4 miliar dolar AS. Jadi trennya akan terus turun. Tapi proyeksinya masih berada dalam satu garis atau inline," ujar Chatib Basri.
Kebijakan pemerintah memberlakukan PPh impor pasal 22 berdampak pada pengurangan impor. Pengurangan impor juga terjadi karena perlambatan ekonomi di sejumlah negara serta depresiasi yang dialami rupiah.
Kemarin (13/11), Bank Indonesia mengumumkan defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan III menembus 8,4 miliar dolar AS atau sekitar 3,8 persen dari produk domestik bruto (PDB), lebih rendah dari ekspektasi sebelumnya yang sebesar 3,4 persen. Namun, ujar Chatib Nasri, defisit neraca transaksi berjalan telah menyempit jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat 9,9 miliar dolar AS atau sekitar 4,4 persen dari PDB.
Pada bagian lain keterangannya, Chatib menyampaikan dalam soal impor migas, menurut BPS, yang mengalami peningkatan bukanlah impor BBM, melainkan minyak mentah. "Impor minyak mentah tidak ada kaitannya dengan BBM," Chatib menjelaskan.
Dengan kebijakan menaikkan harga BBM kemarin, tidak perlu ada tambahan kuota. "Menteri ESDM tidak perlu ke DPR meminta tambahan kuota," Chatib menambahkan.
0 komentar:
Posting Komentar