photo SKMENPEN.gif

Jumat, 07 September 2012

‘Konflik sosial, cermin gagalnya pendidikan nasional’



Konflik horizontal yang marak terjadi di Indonesia  belakangan ini bisa dibilang  sebagai cermin gagalnya pendidikan nasional.
Hal itu dikatakan Anggota Komisi X DPR RI, Dedi Gumelar, dalam rapat kerja bersama pemerintah yang diwakili oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh, Kamis kemarin(6/9/2012).
“Kalau ada konflik sosial, dan merebak, kita harus berani katakan itu sebagai kegagalan pendidikan masional,” ungkap Dedi, yang lebih dikenal Mi’ing itu, Kepada wartawan..
Dedi menegaskan, sejumlah konflik sosial antara masyarakat seperti tak henti-hentinya  terjadi. Belum lagi perkelahian antarpelajar dan kekerasan di lingkungan sekolah. Baginya, sejumlah permasalahan itu sangat terkait dengan program pendidikan karakter yang harus digaungkan oleh pemerintah.
“Seperti tak sesuai dengan rencana kegiatan pemerintah karena pendidikan sekarang lebih condong membangun kecerdasan secara akademik, tapi lupa menguatkan karakter para peserta didik,” tegasnya.
Sekolah mulai tinggalkan keberagaman
Sekolah mulai meninggalkan nilai-nilai toleransi, kebersamaan, dan saling menghormati perbedaan. Bahkan sejumlah sekolah saat ini mengarah ke eksklusivisme berdasarkan kelompok atau golongan dan meninggalkan inklusivisme.
Hal itu mengemuka dalam Diskusi Konstitusi dan Negara Kesejahteraan bertema ”Pendidikan yang Memerdekakan”, yang diselenggarakan harian Kompas bersama Lingkar Muda Indonesia, Rabu (5/9/2012), di Bentara Budaya Jakarta.
Soedijarto, Guru Besar Universitas Negeri Jakarta, mengatakan, para pendiri negara sejak awal menekankan pentingnya toleransi dan saling menghormati dalam keberagaman.
”Karena pada dasarnya negara ini memang sangat beragam dari sisi suku, agama, adat, dan sebagainya,” kata Soedijarto, yang juga Ketua Dewan Pembina Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia ini.
Namun, kini, perlahan keberagaman itu mulai ditinggalkan. Sekolah bermunculan dengan identitas masing-masing, mulai dari identitas agama hingga sekolah berstatus rintisan sekolah bertaraf internasional untuk kelompok tertentu.
Jalaluddin Rakhmat, pakar komunikasi dan pengelola SMA Muthahhari Bandung, mengatakan, perhatian sekolah kini terpusat pada aspek kuantitatif. Semua pencapaian dilihat dari angka.
”Mulai dari guru hingga murid, semua mengejar angka. Anak-anak menjadi instrumentatif. Ini budaya kuantifikasi,” kata Jalaluddin.
Nilai-nilai penghormatan terhadap perbedaan dan toleransi yang tidak tecermin dalam angka akhirnya ditinggalkan.
”Karena itu, di sekolah kami dikenalkan ajaran dan tokoh yang berbeda keyakinan. Ini untuk meyakinkan siswa bahwa kita hidup dalam masyarakat yang sangat beragam,” ujarnya.

0 komentar:

Memori Berita

. (1) 01 (2) 06 (1) 0i9 (1) 13 (1) 21 (1) 3 (1) 39 (1) al (1) al.4 (1) andri.1 (1) andri.2 (1) Asian (2) Berajil (1) Bisnis (2) BRI KUR (1) Budaya (18) Buisnis (1) Buisniss (1) E (1) Ekonomi (1) Ekonomi Buisniss (64) Ekonomi Ingris (1) G (2) Gaaya Hidup (2) Gaya Hidup (9) Gaya Hidup (18) Gender (1) Gendr (1) Global (118) Global Sekjen PBB (1) Hukum Global (1) Iau Jemaat (1) Info Global (2) Info Temen (1) Info UN PBB (1) Instruksi Presiden SBY (1) Istana (1) Isu Global kemanusiaan (7) Isu Indonesia (1) Isu Negara Haiti (1) Isu America (2) Isu asia (1) Isu Asia Rejonal Indonesia (10) Isu Buruh Indonesia (1) Isu Cina (1) Isu di Jepang (1) Isu di Kongo (1) Isu Ekonomi Indonesia (1) Isu Energi Nuklir di jepang (1) Isu Gender (1) Isu Global (30) Isu Global Kesehatan (2) Isu Indonesia (1) Isu Indonesia Korupsi (1) Isu Industri Global (2) Isu International (4) Isu Kepolisian (1) Isu Koeupsi (1) Isu Komflik (1) Isu Korea Selatan (1) Isu Korupsi (1) Isu Korupsi di Indonesia (2) Isu Mesir (1) Isu Olah Raga (1) Isu Pangan (1) Isu Pangan global (1) Isu PBB (2) Isu Pendidikan (1) Isu Police Indonesia (1) Isu Polri (1) Isu Regional Indutri Indonesia (1) Isu Religius (1) Isu Relijius (1) ISU Sidang International (1) Isu Suap (1) Isu Teroris Indonesia (1) Isu Timur Tengah (3) Isu WTS (1) Jriminal Teknik (1) Kebijakan Global (3) Kebijakan Indonsia (1) Kebijkan Indonesia (2) Kemiskinan di somalia (1) Kesehatan (2) Kesehatan dunia (1) Keshatan (2) Konfrendi PBB (1) Kriiminal International (1) Kriminal dan Hukum (1) Kriminal Global (2) misterius (1) Pariwisata (1) Partanian America (1) Parwisata (1) Pendidikan (5) politik 01 (1) Politik Budaya (4) Reejional (2) REGIONAL (1) Rejional (3) SBY-Ysup Kala (1) Senam Sehat (1) SERBA-SERBI (1) Suriah (1) Usu Rusia (1)