Banyak sekali pengalaman dan cerita-cerita menarik yang dibawa pulang oleh para pengunjung Wisata Istana Kepresidenan. Kekaguman mereka akan kemegahan bangunan Istana Kepresidenan Jakarta terpancar jelas pada raut wajah mereka ketika menyelesaikan rangkaian wisata tersebut.
Bangunan Istana Merdeka dan Istana Negara yang masih berdiri kokoh dan megah sejak jaman kolonialisme Belanda ini memang menyimpan banyak sejarah. Kedua bangunan ini juga menjadi saksi peristiwa penting di negeri ini, mulai dari perjanjian Renville diawal era kemerdekaan, hingga upacara penyambutan tamu negara di masa pemerintahan sekarang ini.
Menurut Tuharnani, 82 tahun, asal Tulungagung, Jawa Timur, program wisata ini sangat baik karena dapat mengajarkan nilai-nilai sejarah kepada generasi muda yang tidak dapat merasakan era perjuangan kemerdekaan. “Untuk generasi penerus, harus digalakkan lagi mengikuti program ini biar kenal sama Istananya,“ kata Tuharnani yang kebetulan merupakan salah satu pejuang kemerdekaan perempuan.
Ekspresi kegembiraan juga terpancar dari Cicilya Margareta yang baru pertama kali mengikuti program wisata ini pada hari Minggu, 26 Februari 2012 lalu. Ia datang bersama rombongan dari SD Negeri Pasar Kamis 1. “Senang soalnya bisa tahu soal sejarah Istana. Paling senang lihat Istana Negara soalnya kan tempat Presiden tinggal,” kata siswi yang akrab disapa Cici.
Sementara Budi, salah satu guru pendamping SD Negeri Pasar Kamis 1 juga menganggap program ini sangat baik. “Dulu tidak tahu persis bagaimana bagian dalam Istana, namun alhamdullilah sudah tahu sekarang,” ujar Budi. Hampir semua yang dilihatnya membuatnya kagum, mulai dari penataan ruangan hingga peninggalan sejarah yang masih terjaga. “Dengan sendirinya itu membuat kita semakin bangga akan bangsa kita,” terang Budi.
Ketika mengikuti program ini, para pengunjung diajak mengelilingi kompleks Istana Kepresidenan Jakarta dengan berjalan kaki. Mereka dapat memasuki Istana Merdeka dan melihat ruangan-ruangan dan benda-benda yang menjadi saksi bisu perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Meskipun tidak diijinkan masuk Istana Negara karena merupakan kediaman resmi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan keluarga, namun pengunjung tetap dapat melihat Istana ini dari dekat.
Bagi Mita Rafika Duri dan Siti Chairinisa, pengunjung wisata Istana asal SMA 1 Ciranjang, Cianjur, ruangan di Istana Merdeka yang paling menarik perhatian adalah Ruang Kredensial atau Ruang Resepsi. “Ada lampu yang beratnya hamper 500 kilogram,” ujar Mita dan Siti takjub.
Lain pula pandangan Ninu, 39 tahun yang berprofesi sebagai arsitek. Ninu yang datang bersama keempat teman almamaternya lebih sering mendiskusikan Istana dari sudut pandang arsitektur. “Kalau boleh, kita ingin bisa explore lebih dalam lagi. Sebenarnya yang ingin disinggahi itu Ruang Bendera dan melihat Teks Proklamasi. Kita memang tidak perkenankan untuk melihat ke dalam, tapi paling tidak diperbolehkan untuk melewatinya,” terang Ninu.
Ninu yang telah beberapa kali mengikuti wisata ini memuji pelayanan yang semakin baik setiap kali kunjungannya. “Dari pertama kesini sampai sekarang menurut saya makin baik dan flownya makin rapih,” kata alumni Fakultas Arsitektur, Universitas 11 Maret Solo.
Agar pelayanan kunjungan ini semakin baik, Ninu mengusulkan agar disediakan brosur bagi para pengunjung yang berisikan peta dan informasi singkat mengenai Istana Kepresidenan Jakarta. “Penjelasan tetap dari pemandu, tapi paling tidak kita sudah dapat gambaran dasarnya. Selain itu brosur bisa untuk souvenir juga,” saran Ninu. (dit dan andri luntungan)
Bangunan Istana Merdeka dan Istana Negara yang masih berdiri kokoh dan megah sejak jaman kolonialisme Belanda ini memang menyimpan banyak sejarah. Kedua bangunan ini juga menjadi saksi peristiwa penting di negeri ini, mulai dari perjanjian Renville diawal era kemerdekaan, hingga upacara penyambutan tamu negara di masa pemerintahan sekarang ini.
Menurut Tuharnani, 82 tahun, asal Tulungagung, Jawa Timur, program wisata ini sangat baik karena dapat mengajarkan nilai-nilai sejarah kepada generasi muda yang tidak dapat merasakan era perjuangan kemerdekaan. “Untuk generasi penerus, harus digalakkan lagi mengikuti program ini biar kenal sama Istananya,“ kata Tuharnani yang kebetulan merupakan salah satu pejuang kemerdekaan perempuan.
Ekspresi kegembiraan juga terpancar dari Cicilya Margareta yang baru pertama kali mengikuti program wisata ini pada hari Minggu, 26 Februari 2012 lalu. Ia datang bersama rombongan dari SD Negeri Pasar Kamis 1. “Senang soalnya bisa tahu soal sejarah Istana. Paling senang lihat Istana Negara soalnya kan tempat Presiden tinggal,” kata siswi yang akrab disapa Cici.
Sementara Budi, salah satu guru pendamping SD Negeri Pasar Kamis 1 juga menganggap program ini sangat baik. “Dulu tidak tahu persis bagaimana bagian dalam Istana, namun alhamdullilah sudah tahu sekarang,” ujar Budi. Hampir semua yang dilihatnya membuatnya kagum, mulai dari penataan ruangan hingga peninggalan sejarah yang masih terjaga. “Dengan sendirinya itu membuat kita semakin bangga akan bangsa kita,” terang Budi.
Ketika mengikuti program ini, para pengunjung diajak mengelilingi kompleks Istana Kepresidenan Jakarta dengan berjalan kaki. Mereka dapat memasuki Istana Merdeka dan melihat ruangan-ruangan dan benda-benda yang menjadi saksi bisu perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Meskipun tidak diijinkan masuk Istana Negara karena merupakan kediaman resmi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan keluarga, namun pengunjung tetap dapat melihat Istana ini dari dekat.
Bagi Mita Rafika Duri dan Siti Chairinisa, pengunjung wisata Istana asal SMA 1 Ciranjang, Cianjur, ruangan di Istana Merdeka yang paling menarik perhatian adalah Ruang Kredensial atau Ruang Resepsi. “Ada lampu yang beratnya hamper 500 kilogram,” ujar Mita dan Siti takjub.
Lain pula pandangan Ninu, 39 tahun yang berprofesi sebagai arsitek. Ninu yang datang bersama keempat teman almamaternya lebih sering mendiskusikan Istana dari sudut pandang arsitektur. “Kalau boleh, kita ingin bisa explore lebih dalam lagi. Sebenarnya yang ingin disinggahi itu Ruang Bendera dan melihat Teks Proklamasi. Kita memang tidak perkenankan untuk melihat ke dalam, tapi paling tidak diperbolehkan untuk melewatinya,” terang Ninu.
Ninu yang telah beberapa kali mengikuti wisata ini memuji pelayanan yang semakin baik setiap kali kunjungannya. “Dari pertama kesini sampai sekarang menurut saya makin baik dan flownya makin rapih,” kata alumni Fakultas Arsitektur, Universitas 11 Maret Solo.
Agar pelayanan kunjungan ini semakin baik, Ninu mengusulkan agar disediakan brosur bagi para pengunjung yang berisikan peta dan informasi singkat mengenai Istana Kepresidenan Jakarta. “Penjelasan tetap dari pemandu, tapi paling tidak kita sudah dapat gambaran dasarnya. Selain itu brosur bisa untuk souvenir juga,” saran Ninu. (dit dan andri luntungan)
0 komentar:
Posting Komentar